Perubahan Iklim dan Peran Hutan Indonesia

Resume
Kuliah Umum
Oleh: Dr. Ir. Hadi S. Pasaribu, Msc.
(Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional
Kementrian Kehutanan Republik Indonesia)

Saat Pak hadi memaparkan materi kuliah
Semenjak Revolusi industri terjadi, lingkungan global mulai mengalami pencemaran udara yang sangat berpengaruh besar terhadap perubahan iklim global. Industri dipacu menggunakan energi bahan baku fosil (batu bara, minyak, dan gas), membuang gas
rumah kaca (co2 dan metana) ke udara yang semakin lama semakin tebal menyelimuti bumi sehingga bumi semakin panas. Pergerakan kenaikan suhu sejak abad 20 cepat dan akan naik terus. Perubahan iklim ini tidak dapat dihentikan karena perubahan ini adalah dampak peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dalam 100 tahun terakhir.
Konvensi kerangka PBB tentang perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) adalah sebuah pemikiran global yang harus dipahami secara bijak. Konvensi ini adalah sebuah bentuk pertahanan jati diri sebagai bangsa berdaulat (Sovereign country) yang memiliki implikasi kebijakan, hukum, keuangan, dan ekonomi. Dimana implikasi tersebut harus dijabarkan bersifat lokal baik skala nasional dan sub-nasional.

Perubahan iklim adalah perubahan yang disebabkan oleh manusia baik langsung maupun tidak langsung yang merubah komposisi atmosfer global (UNFCCC) (Ellias Riview, 2008). Beberapa indikasi ancaman global terhadap perubahan iklim yaitu:
1. Suhu global naik 0,7oC
2. Permukaan rata-rata air laut naik 3,1 mm/tahun
3. Laut Es di Kutub menyusut rata-rata 2,7% /tahun
4. Estimasi kerugian ekonomi 5-20% dari GDP global
5. Meningkatnya luas areal kekeringan secara global
6. Bertambahnya frekuensi gelombang panas yang melanda daratan
7. Meningkatnya kejadian hujan
8. Meningkatnya suhu permukaan laut yang sangat tinggi (extreme)
Beberapa dampak meningkatnya suhu global sekitar 0,2oC menyebabkan jutaan manusia khususnya masyarakat miskin yang tinggal di negara berkembang akan lebih sering mengalami kekeringan, banjir, kekurangan pangan dan air, penyakit dan kehilangan mata pencaharian. Selain itu, sekitar 20-30% spesies makhluk hidup akan punah.
Untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim, maka kenaikan suhu global harus dipertahankan maksimum 20C (Konsentrasi Gas Rumah Kaca) harus stabil pada tingkat 445-490 CO2 ekuivalen). Dimana implikasinya yaitu pendekatan menyeluruh, tidak hanya dibatasi secara tradisional untuk kebijakan lingkungan dan energi saja, tetapi juga berbagai bidang kebijakan. Dan untuk hal ini diperlukan aksi Internasional. Diantaranya adalah: (1). Mengurangi kebutuhan barang dan jasa, (2). Meningkatkan efisiensi penggunaan energi, (3). Teknologi rendah karbon, (4). Mengambil inisiatif penggunaan energi non emisi (deforestasi dan degradasi hutan).
KTT tentang lingkungan dan pembangunan tahun 1992, Indonesia ikut menandatangani Konvensi tentang Perubahan Iklim. Indonesia menyadari bahwa dampak perubahan iklim sangat besar pada kehidupan masyarakat terutama di negara kepulauan. Konferensi para pihak (COP) 13 tahun 2007: Pemimpin dunia sepakat dibutuhkan kerjasama jangka panjang masyarakat dunia (Long Term Cooperative Action). Dalam UNFCCC didefinisikan bahwa hutan adalah semua lahan bervegetasi kayu, yaitu dari hutan alam campuran ke hutan tanaman monocultur. Sedangkan menurut FAO, hutan merupakan penutupan kanopi minimal 10% dan tinggi 5 m; dengan luas areal 0,5 Ha. Menurut Protocol Kyoto, kawasan hutan 0,5-1 Ha; mempunyai tinggi potensi maksimum 2,5-5 meter; penutupan pohon 10-30%. Dan dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat didefinisikan sebagai hutan apabila terdapat 10-100% penutupan pohon. Tetapi jika perubahan ini hanya sementara, seperti untuk pemanenan kayu dengan regenerasi, maka areal tersebut tetap diklasifikasikan sebagai hutan. Berdasarkan Laporan UNFCCC, Deforestasi adalah konversi hutan ke non hutan oleh manusia secara langsung sedangkan degradasi adalah hilangnya stok carbon hutan dalam jangka waktu lama atau dalam satu periode terhitung sejak waktu tertentu.
Hutan tropika sangat berperan dalam mengatur perubahan iklim global (regulate climate change) dimana hutan menyerap karbon sekitar 2,6 GT/tahun dan merupakan tempat penyimpanan karbon raksasa 1650 GT atau sama dengan 2x besarnya karbon di atmosfir. Hutan juga merupakan penyangga kehidupan manusia yang menambah daya tahan terhadap resiko perubahan iklim. Selain itu, hutan adalah penyeimbang iklim global baik lokal dan regional karena perannya dalam menentukan keseimbangan energi dan siklus hidrologi. Karbon yang tersimpan dapat lepas kembali ke atmosfir (CO2) akibat deforestasi dan degradasi hutan. Proses deforestasi sangat cepat, CO2 terlepas lebih cepat dibandingkan hutan temperate. Dan yang menjadi akar masalahnya adalah mengenali dan mengidentifikasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan.
Referensi Legalitas Undang-Undang 41/1999 tentang kehutanan dan UU 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati menjadi filosopi pengelolaan hutan. Dalam arti mengakomodasi kebutuhan pemanfaatan dan konservasi sumber daya hutan untuk menjamin manfaat ganda hutan dalam rangka kelestarian hutan. Pada tahun 2009, Presiden Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 26% pada tahun 2020 dengan kekuatan sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. Di Bangkok, pada pertemuan negara anggota PBB, Presiden dalam pernyataan bersama dengan Perdana Menteri Polandia dan Denmark menyatakan keinginannya bahwa Indonesia mempelopori di Tingkat Internasional dalam perubahan iklim melalui peningkatan pengelolaan karbon hutan dan hal ini merupakan sebuah signifikansi REDD+ untuk Indonesia.

Komentar