Belajar di Desa Jambu Dolok

Saya di desa Jambu Dolok.
Mereka berharap, dengan kedatangan kami anak-anak mereka termotivasi untuk melanjutkan sekolah mereka ke kota.

Setelah lama aku mengikuti kegiatan magang di Badan Konservasi Sumber Daya Alam, kira-kira setahun yang lalu aku mengikuti kegiatan ini dan baru saja aku terpikir untuk membagikan sebagian pengalamanku di sana. Aku terpikir untuk menceritakannya sewaktu aku iseng-iseng membuka foto-foto waktu itu di folder foto di laptopku.

Waktu itu, aku menemani seorang senior yang tengah melakukan penelitian di salah satu desa yang tak jauh dari markas BKSDA tempat kami magang. Kami berdua berniat melakukan survey ke Desa Jambu Dolok tersebut bersama 2 orang pemuda desa setempat yang kami rencanakan hanya satu hari. Tapi ternyata tidak bisa, kami menghabiskan dua hari satu malam di desa tersebut. Kenapa tidak, untuk sampai ke desa tersebut kami menghabiskan waktu sekitar empat jam perjalanan, medan yang sulit dilalui dan licin membuat kami hampir putus asa untuk melanjutkan perjalanan ke desa tersebut. Kami hanya bermodalkan sepeda motor dan lembar kuisioner di rangsel.
Beberapa medan perjalanan hampir tidak bisa kami lalui seperti bebatuan yang baru saja longsor dari bukit, jembatan miring dan tanah liat yang super licin. Pada jalan-jalan tersebut kami terpaksa mematikan sepeda motor dan berjalan kaki menuntun sepeda motor yang kami kendarai. Sebuah kendaraan pun tidak ada kami temui di sepanjang jalan, karena jalan tersebut berbukit-bukit, terjal dan tidak layak untuk dilalui kendaraan bermotor.

Kondisi jalan menuju desa yang baru saja mengalami lonsor dari bukit bebatuan.

Rumah Panggung yang tersusun rapi di Desa Jambu Dolok

Akhirnya kami sampai di desa Jambu Dolok. "Jambu" artinya "puncak" atau "kepala", sedangkan "Dolok" artinya "bukit". Desa ini sebenarnya bernama desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir, sebutan Jambu Dolok adalah istilah kerena desa ini berada jauh di balik puncak bukit. Kami terlihat aneh di desa tersebut, karena ternyata belum pernah ada sepeda motor yang pernah datang ke desa tersebut. Beberapa Ibu di desa tersebut menyapa kami dengan ramah dan mengajak kami untuk singgah di rumah mereka. Akhirnya kami memberanikan diri untuk singgah dan bertanya tentang rumah kepala desa yang menjadi tujuan awal kami.

Salah satu mainan anak yang terbuat dari kayu
Unik sekali. Desa Jambu Dolok berada di tepi sungai yang mengalir dari kawasan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan. Sungai tersebut berwarna cokelat bening dan digunakan masyarakat untuk mandi, mencuci dan memasak serta untuk keperluan sehari-hari. Desa ini ternyata terletak di tengah-tengah hutan yang jauh dari keramaian dan kebisingan. Pemukiman penduduk masih berupa rumah panggung yang tersusun rapi. Hampir seluruh masyarakat bermatapencaharian sebagai petani dan peternak. Kehidupan masyarakat di desa tersebut juga masih bergantung kepada alam dan masih tradisional.

Di desa tersebut, hanya terdapat satu sekolah dasar yang memiki 3 kelas. Dan karena keterbatasan prasarana dan guru, maka setiap anak hanya bersekolah sampai kelas 3 SD. Sedangkan untuk melanjutkan sampai tamat sekolah dasar, anak-anak mereka harus ke desa seberang yang berada di persimpangan awal kami masuk melakukan perjalanan. Hal itulah yang membuat anak-anak mereka menolak untuk melanjutkan sekolah. Tidak lain halnya dengan pasar tempat membeli kebutuhan sehari-hari, karena hanya ada di desa seberang, maka mereka harus melakukan perjalanan jauh dengan berjalan kaki untuk belanja kebutuhan ke pasar tersebut.

Seorang ibu sedang mengikat daun pandan hutan untuk dipress supaya dapat dibuat menjadi tikar, tas, dll.

Ekstrimnya jalan menuju desa Jambu Dolok


Hasil kerajinan tangan masyarakat setempat yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Sore itu, kami menghabiskan waktu di beberapa rumah penduduk yang kami singgahi karena ternyata Bapak kepala desa sedang berada di ladangnya, yang terletak jauh dari perkampungan. Kami menghabiskan waktu dengan bercerita-cerita sembari menunggu Bapak kepala desa pulang dari ladang beliau. Di setiap rumah yang kami singgahi, kami disuguhi kopi hangat yang rasanya sunggung enak. Masyarakat desa tersebut adalah masyarakat adat batak toba yang sebagian dari mereka sudah menganut agama kristen dan sebagian lagi masih menganut kepercayaan batak kuno atau sering disebut dengan parmalim.

Karena hari sudah larut malam dan tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan pulang, akhirnya kami memutuskan untuk menginap di rumah Bapak kepala desa. Ternyata di desa ini masih lebih ketinggalan dari desa tempat posko kami magang, karena selain tidak ada signal jaringan seluler, listrikpun belum sampai ke desa ini. Sehingga malam tersebut kami habiskan dengan lampu teplok yang tergantung di empat sudut ruang tamu.

Wow. Ketika pagi tiba, saya dikejutkan dengan keindahan alam pagi yang menyapa saya ketika akan mencuci muka ke sungai. Udara yang sejuk, hamparan hijaunya hutan di bukit-bukit dan nyanyian alam pagi menemaniku dan membuatku untuk ingin tetap tinggal di desa ini. Masyarakat yang aku temui di sungai juga begitu ramah menyapa kami dan bercerita tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah desa tersebut. Ternyata desa tersebut baru bangkit kembali setelah sepuluh tahun yang lalu terendam banjir yang cukup parah merusak kampung dan menenggelamkan sawah dan ternak mereka. Masyarakat cukup senang atas kedatangan kami ke desa tersebut, karena ternyata desa ini sangat jarang di datangi orang khususnya kalangan terpelajar seperti mahasiswa. Mereka berharap, dengan kedatangan kami anak-anak mereka termotivasi untuk melanjutkan sekolah mereka ke kota.

Indahnya panorama bukit-bukit hijau Suaka Margasatwa Dolok Surungan yang terlihat dari desa di pagi hari.
Jernihnya sungai yang mengalir dari Suaka Margasatwa Dolok Surungan
Keindahan panorama dari jendela rumah Bapak kepala desa
Dua orang anak sedang duduk di tangga rumah panggung
Melalui perjalanan ini, aku semakin termotivasi untuk tidak menyianyiakan kesempatan memperoleh pendidikan yang aku punya supaya aku bisa membangun negeri ini khususnya daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia yang membutuhkan pendidikan.

Komentar

Posting Komentar